Cerpen Kontemporer I
Me: Kang
Me : Ping
Me: Ping
Do: J
Me: Kapan-kapan aku pengen hunting cewek
Me: J
Do: Koyok nom-noman ae hunting
cewek
Me: Asem
Me: Mosok kita—kita ini sudah tua bener
Do: Sedikit, iya. Eh, nom-noman e kita kalau di novel-kan
menjual gak ya?
Me: Menjual Kang. Buatlah… Aku nanti calon buyer-nya
Do: Mending kita berkolaborasi
Me: Boleh. Nanti bikin diary. Sambil nyari judul yang
relevan. Dan yang ciamik. Posting di blog dulu
Do: Aku kemarin nulis yang aku ingat-ingat zaman Aliyah dulu
pas aku mulai kasmaran.
Me: Wew… Nanti cek ah…
Do: Asmaraku Cuma ada satu cewek
Me: Njir…
Do: Ceritamu lebih banyak loh…
Do: Lebih menarik untuk ditulis
Me: Anak punk yang setengah-setengah
Do: Dari zaman MI sudah berani goda-goda perempuan
Me: NO!... Aku berani GODA-GODA itu pas Aliyah. MTs sungguh
masih cupu
Do: Alibinya ngecharge aki wkwkwkwk
Me: Apalagi Mi. Cuma berharap yang lain menggodaku dan
menjodohkanku dengan Farid, wanita pertama devinisi cantik buatku
Do: Astaga… Iyo Farid iku ayu, sayange aku gak jatuh cinta.
Do: wkwkwkwk berharap cinta datang dari cie-cie teman
Me: Namun sayang, suka hanya fatamorgana. Taulah, anak desa
yang jelek pasti akan dahsyat buat menggoda wanita cantik. Kamu tahu, senangnya
aku ketika cie-cie datang
Me: Njir…
Me: Farid selalu di hati. Sampai MTs memisahkan kita
Me: Njir…
Do: wkwkwkwkwk… sungguh nasib yang tak lebih tragis dari
nasibku. Tenang kawan, kita sama-
sama pecundang… wkwkwkwk
Me: OMEGOT
Do: Tapi upayamu lebih menjanjikan dariku
Me: Farid tetap di hati. Dulu, aku sampai hafal sekali bau
parfumnya. Dan, sekian lama cinta terpendam
Do: Asam… Dulu MTs dia ada di kelasku. Tepat duduk
dibelakangku, sayang aku hanya seorang cupu
Me: Dan aku mulai patah semangat. Kita jarang bertemu,
digantikan si (***) yang mengisi hari-hariku
Do: (***) wkwkwkwkwk
Me: Super BIG LADY… wkwkwkwkwk
Do: Sepertinya masih ada anaknya ibu-ibu kantin yang
menggoda hatimu, juga si anak orang kaya terkenal di Banuayu sana. Bukankah
mereka juga ikut mengisi kisah hatimu?
Me: Nah. Sekian lama aku tersiksa dengan perasaanku dan
Farid yang banyak pula penggodanya. Anak si penjual kantin, si manis dari
Banumas itu.. Dia… Aduhaiii… ah…. Memang dia sangat manis
Do: Anjir.. Gua ketawa-tawa sendiri mengingat kisah-kisah
lalu. Kenapa kamu sebegitu gerilya-nya waktu itu. Sedangkan aku tetap saja
sebagai anak cupu pelengkap cerita sekolah lalu
Me: Aku hanya seorang bocah yang sedang terdampar dari
pertarungan gagahnya anak sekolah. Bertumbuh menjadi sebatas pengagum ayu-nya
teman-temanku. Entah mengapa waktu tak pernah berpihak padaku
Do: Oh nikmat sekali kawan, sedang aku Cuma bocah penikmat
es limun plastikan dalam genggaman kala itu
Me: Dengan sangu yang sudah bisa kutebak: 2rb
Me: Kau bocah penyuka tempe goreng. Anak belakang masjid dan
anak Banuayu
Do: Sungguh nikmat model isi bakwan tempe kala itu, dengan
seribu bisa makan lebih dari itu tanpa perlu mengaku. Kenakalan remaja tidak
takut dosa
Me: Nahas. Pada suatu hari aku tertangkap basah
Do: Dan kita mulai diakrabkan dari kegiatan itu, sedikit
terlambat sepertinya, karena aku baru benar-benar mengenalmu di hampir
kelulusan kala itu. Di belakang masjid dengan model isi bakwa dari an tri
rebutan
Comments
Post a Comment