Mengasah Kemampuan Menulis dengan Cara Membuat Cerpen dan Diary
Beberapa hari yang lalu, saat aku membeli buku manajemen
bisnis di toko buku Gramedia bersama teman , Ia berseloroh begini: “Aku tuh, kalo yang nulis orang Indonesia
kok kayaknya… Gimana… Gitu ya. Pembahasannya kerasa kurang kredibel, sih.”
Aku terkekeh mendengarnya lalu mengamini pendapatnya. Kurasa
juga seperti itu, jika Sobat suka membaca buku manajemen, tentu pembahasan
mengenai materi itu lebih terasa daging jika penulisnya orang luar. Lebih
kredibel tepatya.
Ya, meski tidak sepenuhnya begitu. Aku sendiri paling suka
baca buku para pemikir disrubtion-nya Indonesia, salah satunya adalah beliau
Pak Rhenald Kasali. Banyak sekali buku-bukunya saat ini menghiasi toko-toko
buku dan laris manis di pasaran.
Banyak deh, tidak hanya satu dua, lain kali aku akan
membahasya khusus tentang pakar-pakar buku
di Idonesia. Kali ini aku akan membahas mengapa aku menyarankan menulis
cerpen dan diary.
Sebelumnya, aku mau
cerita sedikit tentang projek buku perdanaku tentang kumpulan cerpen.
Sejak beberapa bulan lalu, aku mulai aktif menulis
cerita-cerita pendek (berkat saran teman sekaligus mentor, Kang Arif Asatar).
Dari situ aku mulai serius menulis, memperkaya diksi, mempelajari alur cerita,
pesan moral yang disampaikan, semua kupelajari.
Ada sesuatu yang menarik, menurutku, tentang tulisan cerpen
(cerita pendek), bahwa penting bagi penulis untuk menyampaikan pesan moral bagi
si pembaca. Tentu, tulisan-tulisan yang kita produksi tidak melulu curhatan
yang galau.
Akhirnya, belajar menulis tidak berhenti pada permainan
kata-kata, akan tetapi si penulis akan sering melakukan interpoeksi diri dari
tulisannya sendiri.
Singkat cerita, terhitung sejak akhir Desember kemarin,
bukuku yang perdana tentang kumpulan cerpen, 90% selesai aku garap. Tinggal
proses pemilihan cerita-cerita yang ingin kuterbitkan lalu kurevisi. Sejak
Januari 2018 ini, aku sudah mulai melakukan revisi (self revisi), dan
insaallah, bukunya akan segera terbit. Mohon doa dari teman-teman semua ya.
Kembali ke topik, teman-teman.
Mengapa harus menulis cerpen. Atau, mengapa harus membaca
cerpen?
Cerpen, dari namanya saja adalah cerita yang singkat. Seno
Gumira Ajidarma pernah menggambarkan, pendeknya cerpen itu sama saja singkatnya
dengan orang yang menunggu bis di halte. Begitulah cerpen.
Dari cerita pendek itu, pembaca akan disuguhi oleh karakter
tokoh, (tokoh tidak melulu pada manusia, bisa jadi hewan dan alam), dan akan
menampilkan problematika kehidupan, tentang si buruk rupa yang baik, tentang
si buta yang jahat, atau tokoh petani yang pantang menyerah memperjuangkan
nasib keluarganya di desa terpencil.
Menurut teman-teman sendiri, ketika membaca cerpen yang
demikian, apa dampaknya buat teman-teman, sih?
Baiklah, aku akan mempertebal keyakinan teman-teman tentang
manfaat membaca cerpen. Hehehe
Manusia itu cenderung tidak suka digurui ya, makannya dalam
menulis opini, hal yang sangat dilarang bagi penulis adalah menggurui. Pembaca
jadi males mau melanjutkan membaca.
Manusia itu cenderung menyukai cerita yang menyentuh hati.
Makanya banyak remaja kita dengan suka rela mengeluarkan air matanya hanya
karena melihat adegan Zainudin menolak Hayati yang dulu pernah mencampakkannya.
Pada versi cerpen, orang tentu mudah simpati dengan alur
cerita yang nendang, tulisan yang menggambarkan kisah Si Buruk dan Sang
Pahlawan akan mempengaruhi otak bawah sadar kita. Tak terasa kita akan
mengamini pola pikir tokoh Pahlawan di dalam cerita.
Makanya, membaca cerpen menjadi alternative bagi orang yang
sedang mencari suguhan rohani.
Lalu, apa hubungannya dengan menulis cerpen?
Menulis cerpen adalah membuat cerita tokoh, memperagakan,
membuat konflik, lalu membuat solusi-solusi. Tentu kita wajib tahu bagaimana
karakter tokoh, masalah apa yang sedang hangat saat ini, dan bagaiamana solusi
yang perlu dilakukan menurut kita. Singkatnya, cerpen adalah opini tanpa
menggurui.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berinnteraksi
dengan orang lain. Pada awal pertemuan disebut perkenalan. Proses perkenalan
ini orang cenderung menutup diri, membungkus identitas buruk dan mengemasnya
menjadi baik.
Dalam menulis cerpen, pengetahuan tentang karakter tokoh
sangat wajib. Kita akan sering menciptakan karakter tokoh yang biasa-biasa
saja, penuh ambisi, berpikiran jahat, atau tokoh yang multidimensional.
Bagimana cara mempertajam karakter tokoh dalam cerpen? Jawabannya adalah
memperbanyak interaksi.
Dari sini sudah ada gambaran?
Yak. Menulis cerpen selalu berhubungan dengan interaksi
sosial, pelajaran berharganya adalah sejauh mana kita mampu beradabtasi dengan
masyarakat. Jika kecerdasan otak tinggi dan tidak diimbangi dengan hati yang
bijak, mana mungkin interaksi akan nyaman. Banyak orang pandai menulis yang
akhirnya hanya menjadi penulis bayaran, menjelek-jelekkan golongan lain tanpa
mempedulikan akibat yang diperolehnya. Miris bukan.
Lalu bagaimana dengan manfaat menulis diary?
Nah. Buat teman-teman semua, aku saranin saja. Mending
jangan terlalu lama menimbang-nimbang besar kecilnya manfaat menulis diary,
sudah bukan waktunya lagi berdiam diri. Suka membaca tapi tidak pernah menulis,
ya… Sama saja. Akhirnya, banyak teman-teman yang hanya share materi orang-orang, menyanjung-nyajungnya, padahal itu kan
pemikiran orang lain. Bagaimana dengan kamu
sendiri? Xixixi… Memprihatinkan.
Teman-teman, kita harus berkontribusi bagi bangsa dan negara
ini. Ihi…. (sok bijak ah…)
Maksutku, menulis setiap hari bisa melatih tulisan
teman-teman menjadi karya yang luar biasa. Teman-teman boleh praktik menulis
dengan berbagai jenis, gaya, dan topic tulisan. Yang penting harus ada
manfaatya loh. Ini wajib.
Aku sendiri ketika menulis diary seperti ini, salah satunya
kugunakan mengasah kemampuan menulis. Supaya tulisan menjadi santapan yang lezat. HAZZZOEE
Jika banyak penulis bermunculan di Indonesia, itu bukan
inti. Kualitas yang kredibel semoga juga banyak bertumbuh di negara Indonesia.
Salam Rahayu, semoga bermanfaat.
Ntaap.. Tak melu sinau
ReplyDeleteMampir, perahudjogja.blogspot.com
Wkwk
Gilak. Mantap sekaleee blognya gaes....
DeleteManteb tulisannya mas bro.. jadi melek...ihik
ReplyDelete