Cerpen | Anak-anak Pengobar Revolusi
![]() |
amin maulani free photo from pixaby |
Aku terus berlari sekencang-kencangnya. Suara dor,,
tembakan peringatan tak mampu mengurangi tempo kecepatanku, malah semakin
kencang. sekitar satu meter perlangkah, melebihi atlet pelari dunia. Nafasku
semakin tersengal, kakiku sudah tak merasakan panasnya padang tandus kota Deera,
dadaku berdegub kencang tak karuan. Bagaimana jika timah panas polisi itu
mengenai salah satu bagian tubuhku? “ Lari! Lari! Lari!
Dor,, sontak aku terpelanting kedepan, menghantam tanah
terjal lalu terdorong ke udara , terjun ke tanah dan terseret sekitar lima
meter hingga berhenti menabrak batu besar , bar!!.... . “Berdiri! Angkat
tangan”. Lima polisi bersenjata turun merengsak maju, bersiaga menodongkan
laras panjang, berkaca mata hitam, helm, lengkap dengan baju anti peluru.
Aku terkapar dengan pelipis penuh darah, paha kiriku
ngilu, sepertinya timah panas benar-benar menembus tulangku. Aku pasrah, membiarkan
tangan ku diikat, lalu di bawa polisi .wiuw…wiuw…wiuw…
Sore ini, perjalanan baru telah ku mulai . Ini pertama
kalinya aku menaiki mobil aparat keamanan negara, dijaga oleh polisi bersenjata
lengkap, di bawa menuju balai kota Damaskus. Bukan, aku bukan tamu istimewa,
aku juga bukan copet yang diamankan setelah hampir di keroyok massa. Tapi, aku
dianggap membahayakan rezim yang berkuasa, Bashar Al-Assad.
“Siapa namamu dan
dari keluarga mana kamu?” Mukhabarot berbadan besar, duduk tegap di depanku, menyalakan
cerutu, memulai interogasi. beberapa prajurit berdiri menjaga ruangan berselempang
laras panjang tipe Ak-47 di punggung . “Namaku Mohammed Bouazizi, aku seorang
Alawite (Syiah) dari keluarga Ayyubiyah” jawabku gemetar.
“ Wahai Muhammed, kau sekarang telah berhadapan dengan
kepala Mukhabarot tertinggi dari Damaskus, Assef Bouazizi”. Sebagai Seorang
kepala Intelejen negara, aku terkenal tidak pandang bulu, meluruskan keadilan
menggunakan hukum islam di negara kita, siapapun kamu meski masih anak-anak, dan
meskipun kita sama-sama dari keluarga Ayyubiyah, kau akan ku pancung jika terbukti
menentang”.
“ Wahai Mohammed? Siapa yang menyuruh kalian
mencoret-coret dinding sekolah dengan tulisan politik pro oposisi itu?” Aku
semakin gemetar, aku juga tidak tahu, untuk alasan apa aku mencoret-coret
dinding sekolahku.
“Jawab, jangan diam saja!” Mukhabarot itu menggedor meja
di depanku, lalu melayangkan tinjunya tepat di mulutku, sontak darah mengalir.
“A,,A, Aku hanya ikut-ikutan”.
Brak,, “Ikut-ikutan?” Kali ini tangannya mencengkram
ganas mukaku, tak menghiraukan darah yang mengotori tangan berototnya.”aaaaaaa!!!!!”
Aku berteriak kesakitan , cerutunya di sundut-sundut di mukaku.
“Tahu apa kalian dengan revolusi, ha! Pemberontak seperti
kalian tidak ada pemakluman,” Muka mukhabarot itu semakin memerah padam, sambil
menoleh pada para prajurit, dia bertanya “Demi Allah, kalian tahu hukuman apa
yang pantas bagi para penentang presiden Bashar Al-Assad?”
“Pancung”. Prajurit lain menyahut mantap.
Lemas sudah seluruh jiwa ragaku mendengar jawaban itu.
Kakiku yang awalnya terluka, ditambah kepalaku berdarah, mungkinkah ini luka
terakhir, luka hati karena ketidaksiapanku meninggalkan dunia yang baru aku
nikmati sepuluh tahun. “Allah, siapakah yang mau menolongku? Siapa yang mau
menjadi penyelamat hidupku?”
Pandanganku semakin melayu, aku melihat seragam para
prajurit berwarna merah. Ruangan ini menjadi merah, kulihat sekeliling,
teman-teman sekolah ku, Ali Manaf, Khadafy, Abdulhamid, Al-Basyir, dan yang
lain juga merah, teman-temanku tertidur di pojok ruangan ini dengan balutan
selimut merah. Aku semakin tak mengerti, aku pun keluar, melihat kota damaskus
menjadi merah. Aku melangkah,melihat kota Aleppo menjadi merah , Deera, Arab, Asia,Eropa,Afrika,Dunia,
semua merah. Kini yang ku lihat, darahku
menggenangi setiap sudut kota,
mereka memajang foto ku besar-besar,
berbaris, turun kejalan, memanggil namaku ” Mohammed Bouazizi- Mohammed
Bouazizi- Mohammed Bouazizi”.
Kini, aku merasa bebas. Aku bisa pergi kemanapun ku suka,
aku bisa melihat dengan jelas, anak-anak senasib denganku,ada yang dijalan, di
pengungsian, dibalik puing-puing reruntuhan perang. Aku bebas, tapi aku tidak
bahagia. Aku gelisah, aku ketakutan,sepi nan sendiri disini, ketakutan
melihat genangan darahku yang tak
kunjung berhenti mengalir menggenangi setiap sudut kota. Merembes ke setiap sudut
reruntuhan gedung sekolah, membuat histeris siapapun
melihatnya,berteriak-teriak“Allohuakbar!
Muhammed Bouazizi! “.Orang dewasa terus berteriak “Allah, Suriah, Bebas-Sudah cukup dan “Damai, Damai”.
(***)
Pada tanggal 16 maret 2011, pergolakan mulai pecah di
Siria. Liga arab dan PBB mengecam pemerintah Siria yang berkuasa. Rakyat
memprotes kekejaman militer pemerintah yang telah membunuh lima belas anak
sekolah yang masih berumur 10-15 tahun. Mereka menemukan mayat anak-anak itu
dengan tubuh penuh luka, kulitnya terkelupas, kuku dicabuti dan muka penuh
sundut rokok.
Mereka geram, karena anak-anak yang tidak tahu apa-apa
tentang tulisannya sendiri harus mengalami penyiksaan-penyiksaan.Lima belas
bocah tersebut menulis; As-shaab/Yoreed/Eskaat
el nizam!- (Rakyat/Ingin/Menumbangkan Rezim) di dinding sekolah. Mereka mencontoh
slogan revolusi itu dari televisi yang sering diserukan rakyat Tunisia, Mesir
dan juga Libya.
Adalah Assef Bouazizi,seorang kepala Mukhabarot yang
bertanggungjawab atas penembakan dan pembunuhan demonstran yang diberi nama
“Day of Rage” di Deera, mencium gelagat revolusi rakyat yang semakin gencar,
kelompok oposisi mulai bergabung memerangi rezim dan berusaha menggulingkan
presiden Bashar Al-Assad. Situasi tersebut di rasakan Assef.
Mengetahui bahwa dirinya berada pada posisi yang
tidak menguntungkan,Assef secara pribadi
berniat melarikan diri dari Damaskus yang semakin bergejolak. Saat Assef
berfikir keras, tiba-tiba dirinya teringat sebuah tempat persembunyian yang
dirasa aman bagi dirinya. Tempat yang telah ditinggalkannya selama sebelas
tahun lalu. Assef teringat pada keluarga kecilnya,dan sekarang semakin yakin,
tempat yang akan memberikan perlindungan.
Di pertengahan malam,dengan mengendap-endap,Assef keluar
dari istana presiden menuju pusat kota Damaskus, perjalanan malam itu terasa
lama dan bagai berjalan di neraka bagi Assef,karena dia harus menghindari patroli polisi pemerintah disetiap sudut
kota.
Perjalanan 24 jam tanpa
hambatan mengantarkan dirinya sampai ke kota Moskwa. Kini Assef berdiri tegak di depan sebuah rumah. Berserakan
puing-puing rumah bekas peperangan, hampir ia tak mengenalinya setelah sekian
lama ia tinggalkan demi tugas yang diemban. Tangannya mulai ragu mengetuk
pintu, kini dia ragu, Menobia, istri yang ditinggalkannya akan menerimannya
kembali.
“Assef?” “Menobia!” Dua mata saling tertahan tatap pagi
itu, air mata menetes menggenangi pipi masing-masing.
“Adakah yang membuatmu tidak menerima aku lagi Menobia?”
Assef, dengan tubuh besarnya, baru pertama kalinya menguraikan air mata
bahagia, sejenak ia lupa dengan pergolakan perang dan bahaya bagi dirinya, lupa
bahwa saat ini dia menyandang status pembelot bagi pemerintah berkuasa.
Menobia menggeleng, mulai menangis, isakan tangisnya
semakin menjadi-jadi, meraung-raung dan mencakari wajahnya. “ Aku bahagia kau
kembali, tapi tidak dengan anak laki-laki kita yang ikut menjadi korban
perang”. “ Apakah maksut kata yang kau ucapkan itu, wahai istriku?” Assef
tertegun, kini dia teringat kembali , saat ia berpamitan bertugas ke ibu kota, saat
terakhir ia mencium perut istrinya yang mulai buncit.
“Anak ku, Menobia? Jangan pernah sekalipun mengatakan
bahwa anakku sudah meninggal oleh perang”. “Bahkan aku belum pernah sekalipun
memeluknya menobia, siapa nama anak kita, yang dulu masih dalam Rahim mu ”.
Menobia bungkam, mencoba meredam tangisan, sambil terisak, lalu mulutnya
terbuka pelan “ Muhammed Bouazizi”
(***)
Catatan : Mukhabarot
adalah salah satu dinas intelijen atau keamanan, yang mengontrol, mengawasi
penduduk dan bertugas mempertahankan rezim dari ancaman-ancaman yang muncul
baik internal maupun eksternal.
Suka dengan cara delivery-nya. Suka banget. Cara baru dalam menyampaikan pesan. Goodjob Gan! Teruskan belajarmu. Sekali lagi, kelemahanmu adalah pada EBI (EYD) dan katatabahasaan. Tapi gak papa. Yang harusnya diutamakan dulu adalah ide dan cara delivery-nya. kalau ide cerita dan delivery-nya udah bagus. Tinggal ketatabahasaannya menyusul...! Good man! Iam your follower...!
ReplyDeleteInspirasinya dari cerpen "Aku Bodoh di Kelas" bung!!
Delete