AMPURA : Benih yang Sedang Merekah Di Desa Gemenggeng

Asosiasi Mahasiswa dan Pemuda Nusantara yang menginspirasi semangat juang  di kalangan anak muda, juga hasrat menanam sayur sehat hari ini.
 

Amam Baharudin (kanan), Deva Rio (tengah), Akhmad Muklisin (kiri). Lahan vertikultur (hanya tampak sebagian), Gemenggeng,  Nganjuk, Jawa Timur. Dua tahun lalu, pekarangan ini   hanya berupa  genangan air dan rumput liar. Kondisinya seolah  tak mungkin dapat  ditanami karena unsur tanah yang banyak mengandung kadar asam.( mada web)
Ikan-ikan liar berada di kolam. Sejak dahulu aliran air sungai yang meluap ke pekarangan membawa  ikan jenis  betik dan gabus. Melihat pekarangan rumah mertuanya tak di garab, Amam Baharudin memperbaiki kolam. Kini banyak jenis  ikan di kolam( mada web)


Ahmad Muklisin, pemuda asal bengkulu, menanam selada keriting di media vertikulture(mada web)


Kerja sama tim marketing sayur sehat. Mereka selalu menggunakan kaos bermotif putih polos,  di belakang terdapat tulisan “Peduli Operasional Nusantara Bangkit”. Penjualannya dilakukan setiap hari minggu di alun-alun Nganjuk.(mada web)

       Kring... Kringg... “Halo?” “ Halo, Posisi”? Muklisin, peserta bhakti sosial, terdengar bersemangat menelpon. Pagi ini sepertinya dia sudah siap mengikuti kegiatan sosial di desa Gemenggeng.   “Di kamar, gimana”? “Ayo jadi  gak ? Aku udah ready, bang Deva juga mau gabung”.
Pomosda ragi masyarakat, hari ini akan dilaksanakan di rumah mertua Amam Baharudin.  Menurut Amam, selaku koordinator kegiatan, di desa  mertuanya  tak sedikit pekarangan yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemiliknya. Dia berharap, dari kegiatan Ampura (Asosiasi Mahasiswa dan Pemuda Nusantara)  menanam sayur sehat di pekarangan mertuanya, dapat memotifasi masyarakat bahwa kebutuhan pokok seperti cabai, kangkung, padi, bawang merah, dan lain-lain bisa di penuhi secara mandiri. Lalu, dia berkelakar “ Asalkan jangan kaget kalau disana, di belakang rumah masih banyak jamban !”

Sekitar pukul 07.00 kami berangkat. Menyusuri jalan yang membelah desa Jetis,  sebelum sampai ke desa Getas, motor kami arahkan kekiri, menyusuri jalan setapak hingga terlihat gapura bertuliskan desa Gemenggeng, sampai dirumah tujuan, amam mendahului memarkir motor.
Program tanaman sela-lahan sela, sebagai langkah menuju kemandirian pangan.  Praktik mewujudkan kemandirian pangan dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan sekitar rumah dengan metode Pola Tatanan Sehat dan Amanah (PTSA)  mulai dari persiapan media, perawatan dan panen. Amam Baharudin, mencoba mengenalkan program Bapak Kyai Tanjung  tersebut kepada masyarakat. Sejak tiga tahun lalu, ikhtiarnya adalah mengelola lahan rimbun nan penuh kadar asam tersebut sebagai penyedia kebutuhan pokok rumah tangga .
Lahannya terletak di belakang rumah, memanjang hingga bertemu persawahan penduduk.  Memiliki diameter sekitar 15x30 meter.” Sistem perairan sawah yang kurang baik, menyebabkan air merembes  ke lahan tersebut. Sehingga pekarangan rumah terlihat lebih mirip seperti rawa-rawa. Tumbuhan yang dapat bertahan hidup pun berupa rumput jenis teki dan beberpa pohon turi.” Ujar   amam menceritakan  kondisi lahan tiga tahun lalu.
Dalam seminggu amam hanya bisa terjun ke lahan selama dua hari. Dalihnya, kerena  rumahnya jauh dari mertua, selain itu kesibukan jadwal pekerjaan juga menuntut. Kendati demikian, wajah pekarangan yang kami lihat saat ini jauh berbeda dari apa yang diriwayatkannya tiga tahun lalu. Terdapat dua kolam ikan, di sampingnya berjajar vertikultur lengkap dengan sayuran. Parit-parit kecil untuk mengalirkan air ke sawah, disampingnya dibuat gulutan-gulutan yang ditanami sayuran kangkung, sawi, cabai, terong, dan sejenisnya. Sebagian tanah yang masih banyak mengandung kadar air di tumbuhi pohon turi, bagian paling belakang  ditanami empon-empon sampai ke perbatasan persawahan. Saya kagum dengan konsep lahan yang dirancang Amam, dan bersemangat memanen kangkung di vertikulture.
Sumpah! Khasanah biodiversitas yang tercipta di lahan ini mampu membangkitkan semangat liburan kali ini untuk terus bertani. Selintas memandang lahan itu mengingatkan saya pada maklumat Bapak Kyai Tanjung yang berjudul “ Islam itu Entrepreneur sekali”. Bahwa, memakmurkan bumi-Nya, berkomunikasi dengan alam, berjiwa mandiri.Bahwa, kita berasal dari tanah, makan, minum, tidur tidak bisa tanpa tanah, tentu potensi yang kita miliki harus dikembangkan guna mengelola garapan dunia. Islam pada penekanan bahwa setiap insan dianjurkan untuk kreatif dan inovatif.
“Tanaman sela ini sebagai jawaban mahalnya cabai saat ini,” Ujar Amam. “Semua orang panik saat dipermainkan harga cabai.” Coba saja jika semua masyarakat memiliki tanaman vertikultur di depan rumahnya dan ditanami cabai, tentu tidak ada lagi orang yang merasa dipermainkan dan saling menyalahkan gegara cabai. “Semoga dengan ini semakin banyak aplikator tanaman sela program kemandirian.” Amam berkata dengan mata berbinar, “ Saya menanam ini juga untuk memberikan solusi kepada masyarakat.”

Kring... Kring.. Kring... Dering telepon berbunyi kembali. “Halo?” “ Halo, posisi?” Dicky Sulaiman, koordinator marketing sayur sehat, juga koordinator Ampura. “Sekitar tujuh orang, empat pria dan tiga wanita, sepuluh menit lagi kami sampai ke desa Gemenggeng. Siap membantu!” Teriakan Dicky memberi informasi, suaranya terdengar terputus-putus dan terlalu bising oleh kendaraan dijalan.
Mereka baru saja menyelesaikan tugasnya . setiap hari minggu, Dicky dan tim menjual sayur sehat dan mengedukasi masyarakat. Berangkat menggunakan kolbak hitam, sekitar lima sampai tujuh orang berseragam kaos putih, bergambar sayur, bagian depan terdapat tulisan Respon, Respek, Peduli. Berangkat setiap bakda subuh. Sasaran mereka adalah para peserta Car Free Day. Jika anda punya sedikit waktu, anda bisa bertemu mereka setiap hari minggu di alun-alun kab. Nganjuk.
“Kami tidak berjualan sayur semata,” kata Dicky sembari menata box sayur di gerobak pickup. “Selama ini, proses produksi sayur masih jauh dari kata sehat. Banyak produsen menanam sayur menggunakan pestisida berlebihan. Sedang tak sedikit juga konsumen yang kurang memperhatikan kesehatan..” Pada kenyataannya, masyarakat Indonesia masih banyak yang memilih sayur murah daripada sayur sehat.
Pada pertengahan 2016 lalu, tim ini terbentuk. Visi mereka adalah menjual edukasi tentang pentingnya makanan sehat, tentang perang pangan di negeri ini (banyaknya makanan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya), dan pola hidup sehat. Edukasi yang dijual adalah bagaimana masyarakat bisa menyediakan sayur sehat tanpa membeli. Caranya dengan penanaman sayur dipekarangan menggunakan media vertikulture.

Singkat cerita, tim marketing menjadi media penyalur edukasi program kemandirian pangan. Para aplikator menanam di masing-masing daerahnya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat oleh Ampura. Setiap sabtu sore, mereka menyetor ke Ampura pusat di Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur. Untuk selanjutnya, sayur sehat di packing oleh tim marketing dan keesokan harinya di distribusikan ke pelanggan.
Tak sedikit khalayak yang minat bergabung dan diberdayakan oleh Ampura. Diawal Januari 2017, terdapat beberapa tempat di Jawa timur yang digunakan sebagai pos-pos marketing. Diantaranya Kediri dan Malang. Visi mereka sama, yaitu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat dan mandiri. Sedang metode pemberdayaan masyarakatpun juga terlihat sama, masing-masing aplikator menyetor ke marketing dan di distribusikan ke pelanggan.

Sekelompok anak muda  berdiri berkacak pinggang, berjajar ditepian lahan vertikultur. Sudah hampir dua jam tak terasa lahan  Amam selesai dipanen, selada yang awalnya terlihat menghijau kini pun sudah masuk dalam box sayur.
“Ayo kita bergegas membagikan hasil  panen  ke masyarakat sekitar.” Ujar Sobih, salah satu tim marketing membuka diskusi. Dia duduk di kran yang terletak di samping rumah, tangannya terlihat sibuk mencuci slada hasil panen, beberapa yang lain juga membantu mencuci. Sepakat, semua tim memutuskan membagikan hasil panen hari ini ke masyarakat sekitar.
Siang itu, kami memutari desa Gemenggeng, menyambangi masyarakat sekitar sembari membagikan hasil panen.  Amam berjalan paling depan, muklisin berhuyung-huyung mengiringi langkah amam di belakang. Dibelakang muklisin, dua orang memikul bok sayur, dua orang lagi bersiap menggantikan memikul box sayur , kami berjalan menyusuri rumah-rumah warga, masuk ke gang pemukiman dan terkadang berkelakar dengan ibu-ibu yang sedang menjemur jagung.
“ Ini ada sayur sehat, mohon diterima. Program dari Bapak Kyai Tanjung” Ujar Amam pada setiap masyarakat yang menerima selada. Sepertinya dia sudah menghafal kalimat itu sebelum bergegas membagikan sayur. “Bisa di jus, di sop juga pasti nikmat”. “Sehat tanpa pestisida, langsung dimakan dibuat lalapan juga enak.”  Kelakar Sobih menambahi, disusul gelak tama semua tim.
Perjalanan pun kami lanjutkan, satu persatu rumah penduduk kami singgahi, satu dua ibu-ibu yang sedang menjemur jagung di halaman rumah saling curi pandang. Bahkan, ada yang tak sabar ingin tahu, berteriak menanyakan bingkisan apa yang telah kami bagikan. Anak-anak kecil berlarian mendekat, meramaikan anggota kami dan menonton.

Bersama Amam, kami berkeliling membagikan sayur. Di desa kecil ini, saya melihat potensi pertanian yang masih begitu luas  belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemiliknya. Di  Pomosda, tak ada sedikitpun tanah yang kosong tanpa sayuran. Saya salut pada tim Ampura, kebersamaan dan saling mendukung sesama tim yang saya rasakan. Visi mereka mengajak masyarakat hidup kreatif dan mandiri begitu terorganisir dengan baik, menularkan cara mereka menanam sayur yang sudah mereka lakukkan di pesantren Pomosda.


Saya bertanya kepada Amam, kenapa dirinya gemar menanam sayur diwaktu liburnya, sekalipun hanya dua hari dalam seminggu. “ Namanya juga program sela, dua hari saja sudah bisa mencukupi kebutuhan pokok keluarga, daripada tidak sama sekali  dan ikut-ikutan panik saat cabai mahal.” Ujar Amam. Kring... Kring... Kring... !!! “Makan siang sudah siap.” Istrinya menelpon. Ah, sudah siang juga kami berkeliling, pantas saja perut sudah mulai keroncongan!!!

Comments

Popular Posts