Berbagi Kasih
Berbagi Kasih
Hari ini aku punya
pengalaman tentang kasih sayang. Kasih sayang terhadap rekan-rekan dari
berbagai latar belakang yang berbeda. Ada yang pintar, semangat, menghibur,
bebal, dan menjengkelkan hati. Semuanya merujuk pada sebah pelajaran kasih
sayang-menyayangi orang.
Terkadang terusik
juga hati ini dengan kelakuan orang-orang satu organisasi yang menurut kita
kurang peduli dengan lingkungan, tim, maupun kewajiban. Ah, ya. Hanya perasaan
hati saja yang beranggapan seperti itu, namun masalah hati terusik demikian
memang benar adanya, sering kurasakan. Semua sikap seseorang mempengaruhi
asumsiku kepada mereka,(positive/negative).
Baiklah tak apa,
sebelum merangkai tulisan inipun, aku sudah berjibaku dengan masalah ini.
Bagaimana aku memiliki penafsiran negative terhadap seseorang, batinku
mencemoohnya, lalu buru-buru kucoba menafikan, mencari kesalahan terhadap
diriku sendiri. Lama aku berjibaku dengan diriku sendiri, hingga benar.
Kutemukan akar permasalahannya .
Tapi maaf, aku
tidak akan menjabarkannya secara detil. Semoga ini menjadi pembelajaran pada
diriku sendiri. Dan aku akan mengeluarkan pelajaran berharga ini untuk para
pembaca sekalian, gerangan apakah penyakit yang bersarang di dalam hati, hingga
aku mudah menyimpulkan buruk kepada orang lain.
Orang lain adalah
cerminan diri sendiri. Jika merasa tim kurang sehat, bagaimana proses
berkomunikasinya kita kepada mereka? Satu pelajaran hari ini, jika
diilustrasikan mungkin begini: Mamat anak sulung, punya adik tiga. Putri,
Putra, dan Pitri. Putri dan Putra anak yang rajin, tapi astaga kelakuan Pitri,
sungguh-sungguh membuat hati Mamat berdesir terguncang setiap kali muka Pitri menampak di depan muka
Mamat. Tangan Mamat selalu tergenggam erat gemeteran, rasa-rasanya tak kuasa
hendak melayangkan satu-dua pukulan tepat ke muka Pitri. “Benar-benar nggilani mukanya Pitri”. Kata Mamat
dalam hati.
Tapi tunggu dulu.
Sebagai seorang kakak yang bijak, akhirnya Mamat mencoba menggali sendiri
permasalahan yang ia rasakan, mengapa begitu buruknya kelakuan Pitri, begitu
bencinya Mamat kepada Pitri.
Suatu malam sambil
melamun di teras rumah, Mamat duduk menyendiri, matanya awas melihati
orang-orang yang berlalu lalang dijalan, secara teratur kepalanya menoleh ke
kanan dan ke kiri, ke utara dan ke selatan, terpaku pada pengendara-pengendara semok yang
menyedot mata Mamat, tatapan matanya telak menerkam berbagai jenis bentuk tubuh
yang sengaja diperlihatkan lekukanya oleh si pengendara. “Ah, apa aku yang
kurang tepat memperlakukan Pitri sebagai adik? Apa metodeku salah ya?”
Tiba-tiba mamat bergumam lirih. Sekaligus pikiran itu sebagai awal mula Mamat
mencoba berkontemplasi.
Secara otomatis
pikiran Mamat memutar memori terdahulu, memanggil data-data yang berisi tentang
komunikasinya dengan Pitri. Lama proses scan
berjalan, hingga Mamat yakin dengan data yang sudah terkumpul dalam folder
efaluasi. Hasilnya luar biasa.
“Aku kurang bisa menjadi sahabat, saudara, tempat berbagi, bahkan
mentor bagi Pitri. Kuanggap semua sama antara Putri, Putra, dan Pitri tanpa
terlebih dulu memahaminya secara psikologis. Aku senang dengan kelakuan Putra dan Putri
yang sejak kecil sudah punya prilaku bagus. Tanpa berbuat apapun aku sudah bisa
menikmati hubungan ini.Beda Putra-Putri, beda pula Pitri. Yang masih butuh
pendekatan mendalam, memberi support, memotivasi, kadang-kadang juga memberi
ketegasan berupa teguran. Maka sudah tugasku sebagai kakak tertua mendampingi
Pitri hingga paham, cerdas dan tangkas.
Semua memang salahku yang sering tidak peduli dengan Pitri. Mau
ngapain kek, terserah yang penting tidak menggangguku. Oh, dan ternyata itu
salah. Karena bagaimanapun, karena kecerobohanku, menyepelekan, akhirnya tetap
saja kelakuannya menggangguku. Mengganggu sekali karena sudah mengotori hati
ini.”
Begitulah
kesimpulan Mamat malam itu. Sambil tak henti-hentinya mencari objek dijalanan
guna memenuhi hasrat jiwa bujangnya.
Inti dari
ilustrasi di atas, aku ingin mengajukan opini, bahwa tak sehatnya lingkungan
bisa jadi karena kesalahan-kesalahan kita sendiri. Kita yang tidak peduli, membiarkan,
tidak ada ketegasan, malah main ngerasani dibelakang yang bersangkutan. Dan
jika sudah keemu akar permasalahanya tentu langkah yang kita ambil berua
menyayangi rekan kita, yang kita anggap nggilani.Eh!
Dan akhirnya aku
sungguh bersukur berada dalam lingkungan yang sangat mendukung, bernuansa
islami, serta selalu membangun kekeluargaan. Kemudian rasa syukurku selanjutnya
adalah karena hari ini aku masih bisa membuat tulisan, lebih dari 500 kata.
Semoga bermanfaat.
01 Agustus 2017
Ditulis untuk memenuhi
program kemandirian “one day one article”. Sebuah tulisan yang kutorehkan saat
pikiran stuck menggarap Cerpen pada mala mini. Rasa kantuk yang menyerang,
karena meninggalakn kebiasaan tidur siang hari ini. Selesai pukul 23.27 WIB.
Comments
Post a Comment