Kontemplasi di Awal April : Sang Pencerah dan Kisah Para Pembela Tuhan
Malam
kembali datang, menjelma dengan nuansa gelap nan muram. Udara terasa
pengap, memaksaku keluar dari ruangan bilik yang semakin terasa penat. Aku
melangkah pelan menuju teras berkursi bambu, dengan menenteng laptop di lengan
kiri, sementara lengan kanan memegang segelas kopi hangat. Benar
dugaanku, udara semilir di luar lebih membuatku sedikit lebih rilek. Sementara
sayup-sayup kudengar lantunan lagu bernuansa kisah kasih dan cinta berdendang
dari pos ronda yang berada tak jauh di sebelahku. Di jalanan, kebisingan suara
kendaraan bergemuruh. Ini
belum larut malam, ujarku
lirih.
Aku
merebahkan tubuhku sejenak, menyandarkanya di anyaman bambu. Untuk beberapa
saat, aku tertegun, ingatanku masih terfokus pada sebuah buku yang baru saja
slesai kubaca. Buku yang mengisahkan suatu kisah kemanusiaan beberapa ribu
tahun yang lalu. Dimana pada kisah tersebut tertulis, seorang hamba Allah,
kekasih Tuhan, Cucu Rasulullah sekaligus pelanjut hak-hak junjungan yang agung,
Muhammad SAW, Al-Husain bin Ali, berjuang mengembalikan hak-haknya sebagai
pewaris yang agung, penyeru umat dan pembawa risalah kepada umat manusia.
Takdirnya harus dituntaskan dipucuk pedang Symr Bin Dzil, yang tak lain adalah
seorang muslim.
Kisah
itu menguras emosiku malam ini, dimana semenjak wafatnya Muhammad yang
Agung sang utusan, kaum muslimin bak diterpa badai yang tak berkesudahan,
hinga? Hingga aku sendiri tak tahu harus berakhir sampai kapan.
Wajar
saja jika di era modern seperti saat ini, islam terpecah menjadi banyak
golongan dan jenis, mereka semua menganggab bahwa aliran mereka yang paling
benar dan di ridhoi Tuhan.
Hal
ini sebenarnya adalah ketetapan yang lumrah, mengingat guncangan seperti ini
sudah terjadi semenjak beliau, Nabi terakhir mangkat kembali pada benih
suci yaitu Tuhan sendiri. Allah asmanya.
Semenjak
Nabi yang agung mangkat, terjadi gejolak luar biasa diantara para sahabat.
Sementara keluarga Ali bin Abi Thalib mengurus jenazah Rosulullah, di tempat
lain, Abu bakar, Umar bin khattab dan Utsman bin Afan melakukan rapat pleno
guna membahas kursi kekhalifahan yang saat itu kosong.
Sejak
saat itu pula, kaum muslimin terpecah belah, bimbang, kepada siapa mereka
berbaiat dan kepada siapa mereka menetapkan imam. Madinah dirundung pilu,
Makkah terasa muram. Beda pendapat, memunculkan perseteruan, Perseteruan yang
tak ada jalan keluar akan di selesaikan diujung pedang. Saat itulah,
diantara sesama kaum muslimin, mengalirkan darah saudara sendiri, awal
perpecahan secara nyata terjadi.
Aku
membuang sejenak ingatanku tentang sejarah islam pascameninggalnya Rasullullah
Muhammad. Kisah yang mengungkap wafatnya Imam Ali bin Abi thalib adalah tak
lain dibunuh oleh orang islam sendiri, membuatku gamang, Bagaimana konteks
Islam di seluruh penjuru dunia saat ini ?
Imam
Al-Hasan yang pada masa kepemimpinannya melakukan perundingan damai
kepada penguasa setempat untuk menyerahkan kekhalifahan kepada bani Umayyah,
juga terbunuh. Pembunuh yang tak lain adalah mereka yang menyandang agama
Islam.
Hingga
pada masa Imam Al-Husain, perjuangannya membawa ajaran risalah Tauhid
dari mendiang kakeknya, mendapat penolakan dari kaum muslimin. Seolah tak ada
bumi yang aman bagi dirinya. Madinah yang pernah menjadi pusat pemerintahan
Rosulullah Muhammad sudah tidak menjamin keselamatan Imam Al-Husain. Dengan
rombongan kecilnya, terdiri dari wanita, anak-anak dan beberapa pengikut
setianya, Imam Al-Husain hijrah ke kota Makkah. Namun begitu juga seperti
kota-kota lain, Seruannya tentang Risalah Taukhid tidak mendapatkan respon
positif, malah membuat Nyawa Imam Al-Husain terancam, hingga akhirnya beliau
melanjutkan hijrahnya ke kota Kufah. Kota dimana mendiang ayahnya pernah
menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahan .
Belum
sempat rombongan kecil Imam Al-Husain sampai ke kota Kufah, ketetapan Tuhan
menjemput mereka di lembah Karbala. Dimana seluruh muslim bersembunyi dari
kejadian itu, ribuan pedang teracung kepadanya. Rombongan pembela
Al-Husain yang tak lebih dari seratus orang, satu persatu tumbang sebagai
syuhada’ .
Pada
saat itulah, detik-detik dimana seruan cucu Rasulullah sudah tidk di dengar,
mereka lebih memilih dipimpin oleh orang yang haus kekuasaan, jauh dari ahlul
bait, dan Tauhid.
Aku
terkesiap sejenak, tak terasa jam ditanganku menunjukkan pukul duabelas malam.
Ditengah kesendirian, aku mencoba merasakan kekuatan keimanan yang berkobar
dari para pembela Imam Al-Husain pada saat itu. Mereka tidak takut mati dan
siksaan, demi keimanan mereka membela para pembawa kebenaran.
Aku
memejamkan mata, mencoba merasakan rasa sakit tusukan pedang dilambungku.
Terasa panas dan ngilu, rasa itu hilang saat mataku terbuka. “Baru bayangan
saja sudah terasa sakit, bagaimana jika itu benar-benar kualami” desahku
dalam hati.
Malam
ini,inginku merenung hingga waktu fajar datang. Anganku terus
melayang, terngiang akan pesan Imam Al-Husain bahwa perjuangannya belum
selesai.” Lalu, di tahun 2017 saat ini, siapakah pewaris imam Al-Husain”?
Tanyaku lagi.
Ini
tentang sebuah kebenaran, seharusnya inilah yang sangat vital bagi semua umat
islam. Ini adalah inti dari sebab musabab perpecahan selama ini. Lalu?
Mungkinkah kebenaran akan Nampak? Lalu, siapkah aku dan saudaraku yang lain
menerima kebenaran itu?
Lalu?
Siapakah
yang akan menjawab semua pertanyaanku?
Mungkin
juga, umat islam pun memiliki pertanyaan yang sama sepertiku? “Aku tak tahu”.
Diawal
april ini, fikiranku semakin tak bisa kukendalikan. Menyusul beberapa hari yang
lalu, saat aku membuka akun media sosialku, salah seorang teman membagikan
undangan terbuka yang membahas tentang ilmu An-nubuwah, Ilmu Tauhid, dan Ilmu
jati diri. Saat itulah aku merasa mendapat undangan dari Sang Pencerah.
Sekilas
kulihat brosur yang beredar bertajub “ bincang-bincang An-Nubuwah Oleh Bapak
Kyai Tanjung”. di Jl.KH Wachid Hasyim No.304 Tanjunganom-Nganjuk-Jatim.
Acara yang akan dilaksanakan pada tanggal 09-April-2017. “Sebentar
lagi” Gumamku.
Ada
sepercik harapan atas kedunguanku terhadap sejarah, dan semoga dapat tercerhkan
setelah menghadiri acara tersebut. “harapku saat ini”
Untuk
menggali tentang sang pembicara, aku perlu mengenal beliau, dan dari
penelusuranku di internet, akhirnya aku menemukan torehan tinta emas sang
pembicara. Gagasan dan pandangan beliau mengenai beragama telah beliau curahkan
di websait “jatayu.or.id”. Aku terkesiap saat membaca satu artikel yang
berjudul “bagaimana seharusnya beragama”. Benar-benar. Sangat tidak bisa
dibantah oleh hati nurani.
Kebenaran
Beragama? “ yang benar saja” apakah selama ini yang kuyakini salah?
Aku
pun tak puas dengan membaca satu artikel, lagi-lagi,hatiku tak bisa menampik
oleh penjabaran-penjabaran beragama yang sangat logis . Semuanya terurai secara
gamblang, bahkan beliau juga menulis tentang kondisi bangsa yang saat ini
sedang carut marut, bagaimana menata Negara, dan sebagainya dan sebagainya,
dikupas secara logis dan? Dan dengan konsep berketuhanan.
Bapak
Kyai Tanjung? “ Siapakah beliau”
Semoga
di tanggal 09 April esok, aku bisa duduk di tengah-tengah para audien dan bisa
mendengar setiap penjabaran mengenai pertanyaan-pertanyaanku yang malam ini
meluap-luap memenuhi pikiranku.
Entahlah
untuk malam ini, apa aku harus menunggu sampai fajar? Melanjutkan renunganku
dalam sesak pertanyaan dan gundah.
Apakah
aku harus menerima begitu saja, sejarah pahit yang di alami para pembawa
kebenaran?
Apakah?...
Speechless Bro...! Aku suka artikel yang ini... transisinya lembut sekali. pesanku cuma satu man, bawa KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA untuk penggunaan ejaan yang benar. Seperti "fikir=pikir", Rosulullah=Rasulullah", Rilek=Rileks, dll... Semangat bro...!
ReplyDeleteTerimakasih masukanya, bro. sangat saya harapkan demi mutu yang lebih baik
Deletekeren om, artikelnya enak buat dibaca.
ReplyDeleteada beberapa typo dalam penulisan dan kata-kata yang kurang sesuai. SEMANGAT OM
Terimakasih masukannya mbk danik... Sangat saya harapkan demi menambah hasil tulisan yang lebih baik
Delete