Memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM)

Pagi ini sepuluh Desember 2016. Hari ini digunakan untuk memperingati hari HAM di banyak negara di dunia.
Ini dinyatakan oleh Internatioanl Humanist And Ethical Union (IHEU) sebagai hari resmi humanis. Sebagaimana yang diharapkan, pada awal diproklamasikan hari HAM oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tak lain sebagai realisasi hari tanpa ego. Hari yang mementingkan kenyamanan bersosial. Tidak mengganggu orang lain. Dengan cara saling asah, asih, asuh dan peduli.
Kepedulian tentang pentingnya humanis dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, sosial budaya, dan perlakuan setara yang wujut sedunia inilah yang akhir-akhir ini selalu diperingati di berbagai banyak negara termasuk Indonesia.
Banyak permasalahan terjadi diakibatkan hanya perbedaan kulit, ras, dan budaya. Masalah ini sangat sensitif dan selalu viral di masyarakat. Tak hanya di Indonesia, yang minoritas kristiani merasa terdzolimi oleh mayoritas kelompok muslim. Kita juga bisa berkaca pada kasus minoritas muslim Rohingya di Myanmar, atau minoritas Islam di Amerika. Semuanya hanya perbedaan keyakinan yang seharusnya menjadi keberagaman wawasan untuk masyarakat itu sendiri.
Nampaknya, peringatan hari Hak Asasi Manusia tak mampu merubah apapun di dunia.
Selama ini, kedok perlindungan Hak Asasi Manusia malah semakin marak di seluruh dunia, memupuk keegoan dan semakin menjauhkan manusia dari makna Hak Asasi Bermanusia itu sendiri. Jika sudah demikian, perlukah memperingati hari 10 Desember?
Jika sudah demikian, apa fungsi memperingati hari Hak Asasi Manusia?

Comments

Popular Posts